Faktor lingkungan abiotik, suhu dan pengaruhnya terhadap lingkungan serta strategi adaptasi terhadap ekstrem
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Lingkungan (environment) adalah salah satu faktor penting dalam interaksi
makhluk hidup dalam sistem ekologi. Lingkungan adalah sistem kompleks yang dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup dan merupakan ruang tiga dimensi,
dimana makhluk hidupnya sendiri merupakan salah satu bagiannya. Lingkungan bersifat dinamis berubah setiap saat. Perubahan yang terjadi
dari faktor lingkungan akan mempengaruhi makhluk hidup dan respon makhluk hidup
terhadap faktor tersebut yang akan berbeda-beda menurut skala ruang dan waktu,
serta kondisi makhluk hidup. Lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari sejumlah
faktor lingkungan yang dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu 1).
lingkungan abiotik, seperti tanah/lahan, cahaya matahari, suhu udara, air,
nutrien, hara, dan mineral dan 2). Lingkungan biotik yaitu makhluk hidup di sekitarnya.
Faktor-faktor abiotik lainnya termasuk diantaranya adalah
luasnya daerah untuk hidup dan banyaknya nutrien-nutrien tertentu yang tersedia
bagi organisme. Semua organisme membutuhkan luas wilayah tertentu untuk dapat
hidup dan bergerak di dalam hubungan komunitas. Mereka juga membutuhkan nutrien
yang berasal dari bukan mahkluk hidup seperti fospor, untuk menjaga aktifitas
tubuh seperti peredaran darah dan pencernaan. Ekologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara organisme dan lingkungannya. Oleh sebab itu, dapatlah dijelaskan
bahwa ekologi tumbuhan itu tiada lain adalah ilmu yang mengkaji tumbuhan dalam
hubungannya dengan habitat ataupun lingkungannya tau sains yang mengkaji
interaksi-interaksi yang menentukan distribusi (sebaran) dan kelimpahan
tumbuhan.
Hal itulah yang mendasari pemakalah menyusun sebuah judul
dengan tema umum yakni “Faktor Lingkungan Abiotik, Suhu dan
Pengaruhnya Terhadap Lingkungan Serta Strategi Adaptasi Terhadap Ekstrim “ Dengan ini diharapkan para pembaca dapat menambah
pemahaman ilmu pengetahuan mengenai tema pemakalah tersebut.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa dalil mengenai factor lingkungan
abiotik, suhu dan pengaruhnya terhadap lingkungan serta strategi adaptasi
terhadap ekstrim ?
2.
Apa itu factor lingkungan abiotik ?
3.
Bagaimana suhu dan pengaruhnya terhadap
lingkungan ?
4.
Bagaimana strategi adaptasi tumbuhan
terhadap ekstrim ?
C. Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui dalil mengenai factor lingkungan abiotik, suhu dan
pengaruhnya terhadap lingkungan serta strategi adaptasi terhadap ekstrim
2.
Untuk mengetahui factor lingkungan
abiotik
3.
Untuk
mengetahui suhu dan pengaruhnya terhadap lingkungan
4.
Untuk
mengetahui strategi adaptasi tumbuhan terhadap ekstrim
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dalil Mengenai Faktor Lingkungan
Abiotik, Suhu Terhadap Lingkungan, Serta Strategi Adaptasi Terhadap Ekstrim
{أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ (63) أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ
أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ (64) لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ
تَفَكَّهُونَ (65) إِنَّا لَمُغْرَمُونَ (66) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ} [الواقعة: 63 - 67]
Maka
terangkanlah kepada-Ku tentang yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkannya
atau Kamikah yang menumbuhkannya? Kalau Kami kehendaki, benar-benar kami
jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu heran dan tercengang, (sambil
berkata): "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian, bahkan kami
menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa”. [Al-Waqi’ah: 63-67]
{وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا
بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا
مُتَرَاكِبًا وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ طَلْعِهَا قِنْوَانٌ دَانِيَةٌ وَجَنَّاتٍ
مِنْ أَعْنَابٍ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ
انْظُرُوا إِلَى ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَيَنْعِهِ إِنَّ فِي ذَلِكُمْ لَآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ} [الأنعام: 99]
Dan Dialah yang menurunkan air hujan
dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan.
Maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami
keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang*
korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami
keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa.
Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah)
kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi orang-orang yang beriman.
[Al-An'aam:99][1]
B.
Faktor Lingkungan Abiotik
Faktor
abiotik berpengaruh terhadap ketidak hadiran atau kehadiran, kesuburan atau
kelemahan dan keberhasilan atau kegagalan, sehingga lingkungan di sekitar
naungan pohon dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang ada di bawahnya.
Faktor-faktor abiotik yang mempengaruhi tumbuhan diantaranya adalah cahaya,
derajat keasaman (pH) tanah, suhu atau temperatur kelembaban tanah dan curah
hujan. Suhu atau temperatur sangat penting, karena suhu menentukan kecepatan
reaksi-reaksi dan kegiatan-kegiatan kimiawi yang mencakup kehidupan. Tumbuhan
yang beranekaragam teradaptasi secara berbeda-beda terhadap keadaan suhu berdasarkan
faktor pembatas masing-masing spesies terhadap suhu, demikian pula untuk
komponen-komponen fungsi fisiologinya, walaupun suhu dapat berubah dengan
variasi pada kondisi yang berbeda menurut keadaan tumbuhan .[2]
Lingkungan abiotik adalah semua
benda mati di permukaan bumi yang bermanfaat dan berpengaruh dalam kehidupan
manusia serta mahluk hidup lainnya.contoh lingkungan abiotik, misalnya tanah,
air, udara, dan sinar matahari.
1.
Air
Air merupakan sumber kehidupan. Air sangat dibutuhkan mahluk hidup untuk melangsungkan
kehidupan, air digunakan manusia dan mahluk hidup lainnya untuk berbagai
keperluan. Air digunakan manusia
untuk minum, mandi, dan mencuci. Bagi
hewan, air juga digunaka untuk memenuhi kebutuhan air minum. Bagi tumbuhan air, berperan untuk melarutkan
unsur-unsur hara yang diserap oleh akar.
2) Tanah
Tanah merupakan bagian dari lapisan
atas permukaan bumi. Tanah terbentuk dari proses pelapukan batuan. Tanah dalam
kehidupan berfungsi sebagai tempat tinggal mahluk hidup dan menyediakan beragam bahan tambang yang dibutuhkan
manusia. Tanah juga menyediakan beragam mineral atau unsur hara yang
dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis.
3) Udara
Kehidupan dipermukaan bumi dapat
berjalan dengan baik, salah satunya karena adanya udara. Udara menyelimuti permukaan bumi. Lapisan udara yang menyelimuti permukaan bumi disebut atmosfer.
4) Sinar matahari
Matahari merupakan pusat dari tata
surya. Matahari termasuk bintang
terdekat dengan bumi. Oleh karena
itu, pancaran sinar matahari dapat sampai ke permukaan bumi.
Sinar matahari berperan bagi kehidupan di permukaan bumi. Bagi tumbuhan, sinar matahari berperan untuk membantu proses fotosintesis. Bagi manusia, sinar matahari dalam kehidupan sehari-hari dimanfaatkan untuk mengeringkan jemuran dan membantu proses pembuatan garam. Saat ini sinar matahari telah digunakan sebagai sumber energi untuk bahan bakar mobil.
Sinar matahari berperan bagi kehidupan di permukaan bumi. Bagi tumbuhan, sinar matahari berperan untuk membantu proses fotosintesis. Bagi manusia, sinar matahari dalam kehidupan sehari-hari dimanfaatkan untuk mengeringkan jemuran dan membantu proses pembuatan garam. Saat ini sinar matahari telah digunakan sebagai sumber energi untuk bahan bakar mobil.
Faktor-faktor
abiotik lainnya termasuk diantaranya adalah luasnya daerah untuk hidup dan
banyaknya nutrien-nutrien tertentu yang tersedia bagi organisme. Semua
organisme membutuhkan luas wilayah tertentu untuk dapat hidup dan bergerak di
dalam hubungan komunitas. Mereka juga membutuhkan nutrien yang berasal dari
bukan mahkluk hidup seperti fospor, untuk menjaga aktifitas tubuh seperti peredaran
darah dan pencernaan.[3]
C.
Suhu
dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan
Suhu
merupakan faktor pembatas yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan penyebaran
hewan di suatu tempat. Berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari
tumbuhan dengan mengontrol laju
proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan peran tidak langsung
dengan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektipan hujan
tetapi juga laju kehilangan air dari organism hidup. Sebenarnya sangat sulit
untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu sebagai factor lingkungan.
Misalnya energy cahaya mungkin diubah menjadi energy panas ketika cahaya
diabsorpsi oleh suatu substansi.
Tambahan
lagi suhu kering berperan bersamaan dengan cahaya dan air untuk mengontrol
fungsi-fungsi dari organism. Relative mudah untuk mengukur suhu dalam suatu
lingkungan tetapi sulit untuk menentukan suhu yang bagaimana yang berperan
nyata, apakah keadaan maksimum, minimum atau keadaan harga rata-ratanya yang
penting. Sangat sedikit tempat-tempat di permukaan bumi secara terus menerus
berada dalam kondisi terlalu panas atau terlalu dingin untuk system kehidupan,
suhu biasanya mempunyai variasi baik secara ruang maupun secara waktu. Variasi
suhu ini berkaitan dengan garis lintang, dan sejalan dengan ini juga terjadi
variasi local berdasarkan topografi dan jarak dari laut. Terjadi juga variasi
dari suhu ini dalam ekosistem, misalnya dalam hutan dan ekosistem perairan.
Perbedaan
yang nyata antara suhu pada permukaan kanopi hutan dengan suhu dibagian dasar
hutan berdasarkan kedalaman air. Seperti halnya dengan factor cahaya, letak
dari sumber panas (matahari), bersama-sama dengan berputarnya bumi pada
porosnya akan menimbulkan variasi suhu di alam tempat tumbuhan hidup. Jumlah
panas yang diterima bumi juga berubah-ubah setiap saat tergantung pada lintasan
awan, bayangan tumbuhan setiap hari, setiap musim, setiap tahun dan gejala
geologi. Begitu matahari terbit pada pagi hari, permukaan bumi mulai memperoleh
lebih banyak panas dibandingkan dengan yang hilang karena radiasi panas bumi,
dengan demikian suhu akan naik dengan cepat. Setelah beberapa jam tercapailah
suhu yang tinggi sekitar tengah hari. Setelah lewat petang mulailah terjadi
penurunan suhu muka bumi ini akibat radiasi yang lebih besar dibandingkan
dengan radiasi yang diterima. Pada malam hari penurunan suhu muka bumi akan
bertambah lagi, panas yang diterima melalui radiasi matahari tidak ada,
sedangkan radiasi berjalan terus, akibatnya ada kemungkinan suhu permukaan bumi
lebih rendah dari suhu udara di sekitarnya. Proses ini akan menimbulkan
fluktuasi suhu harian, dan fluktuasi suhu yang paling tinggi akan terjadi di
daerah antara ombak, di tepi pantai.
Berbagai
karakteristika muka bumi penyebab variasi suhu :
a. Komposisi
dan warna tanah, makin terang warna tanah makin banyak panas yang dipantulkan,
makin gelap warna tanah maka banyak panas diserap
b. Kegemburan
dan kadar air tnah, tanah yang gembur lebih cepat memberikan respon pada
pancaran panas daripada tanah yang padat, terutama erat kaitannya dengan
penembusan dan kadar air tanah, makin basah tanah makin lambat suhu berubah
c. Kerimbunan
tumbuhan, pada situasi dimana udara mampu bergerak dengan bebas maka tidak ada
perbedaan suhu antara tempat terbuka dengan tempat tertutup vegetasi. Tetapi
kalau angin tidak menghembus keadaan sangat berlainan, dengan kerimbunan yang
rendah sudah mampu mereduksi pemanasan tanah oleh pemancaran sinar matahari.
Ditambah lagi kelembaban udara di bawah rimbunan tumbuhan akan menambah
banyaknya panas yang dipakai untuk pemanasan uap air, akibatnya akan menaikkan
suhu udara. Pada malam hari panas yang dipancarkan kembali oleh tanah akan
tertahan oleh lapisan kanopi, dengan demikian fluktuasi suhu dalam hutan sering
jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan fluktuasi suhu di tempat
terbuka/tidak bervegetasi
d. Iklim
mikro perkotaan, perkembangan suatu kota menunjukkan adanya pengaruh terhadap
iklim mikro. Asap dan gas yang terdapat di udara kota sering mereduksi radiasi,
partikel-partikel debu yang melayang di udara merupakan inti dari uap air dalam
proses kondensasinya, uap air inilah yang bersifat aktif dalam mengurangi
pengaruh radiasi matahari tadi
e. Kemiringan
lereng dan garis lintang. Dalam hal ini kemiringan lereng sebesar 5° dapat
mereduksi suhu sebanding dengan 450 km perjalanan arah ke kutub
Variasi
suhu berdasarkan waktu/temporal terjadi baik musiman maupun harian, kesemua
variasi ini akan mempengaruhi penyebaran dan fungsi tanaman.[4]
Hujan merupakan salah satu fenomena alam yang
terdapat dalam siklus hidrologi dan sangat dipengaruhi iklim. Keberadaan hujan
sangat penting dalam kehidupan, karena dapat mencakupi kebutuhan air yang
sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Curah hujan adalah jumlah air yang
jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan
satuan tinggi millimeter (mm) di atas permukaan horizontal. Curah hujan
memiliki peranan yang sangat besar bagi tumbuhan, yaitu sebagai faktor penentu
ketersediaan air bagi tumbuhan yang berada di kawasan hutan. Ketersediaan air
merupakan faktor utama yang membatasi pertumbuhan dan produksi dari
spesies-spesies penyusun vegetasi yang berada di hutan .[5]
Terdapat
sedikit penelitian mengenai budidaya jamur tiram di wilayah rendah, terutama
mengenai pengaruh suhu dan intensitas cahaya. Oleh karena itu, peneliti
melakukan penelitian mengenai pengaruh suhu dan intensitas cahaya terhadap
pertumbuhan jamur tiram di wilayah Tangerang. Penelitian mengenai pengaruh suhu
terhadap pertumbuhan jamur tiram juga pernah dilakukan oleh Putranto dan Yamin
(2012) dengan karung goni basah, dimana terdapat perbedaan pertumbuhan buah
jamur tiram dan mempengaruhi produktivitas jamur tiram. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan intensitas cahaya terhadap
pertumbuhan jamur tiram di wilayah Tangerang sehingga dapat menghasilkan jamur
tiram dengan mudah tanpa mengurangi kandungan gizi dan nutrisi dari jamur
tiram. Intensitas cahaya yang diteliti menggunakan lampu putih berdaya 5 watt
dan 15 watt. Pemberian perbedaan intensitas cahaya dan suhu menunjukkan adanya
pengaruh terhadap pertumbuhan jamur tiram (Pleurotus
ostreatus). Hasil terbaik berada pada suhu ±28oC dengan
pencahayaan menggunakan lampu sebesar 5 watt. Pencahayaan menggunakan lampu
sebesar 15 watt dengan suhu ±29oC ditumbuhi dengan baik oleh jamur tinta (Coprinus sp.).[6]
A. Suhu dan Tumbuhan
Kehidupan di muka bumi berada dalam
suatu batas kisaran suhu antar 00 C sampai 300 C, dalam kisaran suhu ini individu
tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum, dan optimum yang diperlukan untuk
aktivitas metabolismenya. Suhu-suhu tadi yang diperlukan organisme hidup
dikenal dengan suhu kardinal. Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan
suhu sekitarnya karena adanya pertukaran suhu yang terusmenerus antara tumbuhan
dengan udara sekitarnya. Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat
bervariasi, untuk tanaman di tropika, semangka, tidak dapat mentoleransi suhu
di bawah 150 – 180 C. Sebaliknya konifer di daerah temperata masih bisa
mentoleransi suhu sampai serendah minus 300 C. Tumbuhan air umumnya mempunyai
kisaran toleransi suhu yang lebih sempit jika dibandingkan dengan tumbuhan di
daratan. Secara garis besar semua tumbuhan mempunyai kisaran toleransi terhadap
suhu yang berbeda tergantung para umur, keseimbangan air dan juga keadaan musim.
B. Tumbuhan dan Suhu Tinggi
Suhu maksimum yang harus ditoleransi
oleh tumbuhan sering merupakan masalah yang lebih kritis jika dibandingkan dengan
suhu minimumnya. Tumbuhan biasanay didinginkan oleh kehilangan air dari
tubuhnya, dengan demikian kerusakan akibat panas terjadi apabila tidak tersedia
sejumlah air dalam tubuhnay untuk proses pendinginan tadi. Pada beberapa kasus
umumnya kerusakan diinduksi oleh suhu yang tinggi berasosiasi dengan kerusakan
akibat kekurangan air, pelayuan. Dalam kejadian seperti ini ensima menjadi
tidak aktif dan metabolisme menjadi rendah. Tumbuhan yang hidup di
tempat-tempat dengan iklim yang panas sering mempunyai struktur morfologi yang teradaptasi
untuk hidup pada kondisi panas ini, lapisan gabus menjadi tebal berfungsi
sebagai lapisan pelindung, daun kecil-kecil untk mereduksi kehilangan air, dan
kutikula menebal sehingga refleksi cahaya meningkat.
C. Tumbuhan dan Suhu Dingin
Kebanyakan tumbuhan berhenti
pertumbuhannya pada suhu dibawah 60 C. Penurunan suhu dibawah suhu ini mungkin akan
menimbulkan kerusakan yang cukup berat. Protein akan menggumpal pada larutan di
luar cairan sel mengakibatkan ketidakatifan ensima. Bila suhu mencapai titik
beku, akan terbetuk kristal es diantara ruang sel dan air akan terisap keluar dari
sel maka akan terjadi dehidrasi. Apabila pembukuan terjadi secara cepat maka
akan terbentuk kristal-kristal es dalam cairan sel yang ternyata volumenya akan
lebih besar dari ukuran sel tersebut. Sehingga sel rusak dan mati akibat
kebocoran dinding selnya. Hasilnya akan terjadi daerah yang berwarna coklat
pada tumbuhan, sebagai karakteristika dari kerusakan akibat pembekuan atau
frost. Suhu yang rendah mungkin akan berperan secara tidak langsung, menghambat
fungsi dari tumbuhan. Akar menjadi kurang permeabel sehingga tidak mampu
menyerap air. Hal ini menimbulkan apa yang disebut kekeringan fisiologi, terjadi
pada situasi air yang relatif cukup tetapi tidak mampu diserap akar akibat suhu
yang terlalu dingin. Situasi ini sering terjadi di daerah tundra. Tumbuhan yang
hidup di daerah iklim dingin sreing mempunyai adaptasi morfologi untuk tetap
bisa hidup. Tumbuhan menjadi kerdil atau merayap untuk mengurangi luka
permukaan atau mempunyai bentuk bantal atau permadani untuk saling melindungi
satu bagian dengan bagaian lainnya.
D. Suhu dan Produktivitas
Laju respirasi dan fotosintesis dari
tumbuhan haruslah terjadi sedemikian rupa sehingga terdapat produktivitas
bersih. Untuk tumbuhan umumnya suhu optimum untuk respirasi lebih tinggi dari
suhu optimum utnk fotosintesis. Di atas suhu tertentu respirasi akan melebihi
fotosintesis, maka akan terjadi kelaparan bagi tumbuhan tersebut. Hal inilah yang
berperan dalam membatasi penyebaran tumbuhan dari daerah dingin ke daerah
hangat.
E. Thermoperiodisma
Thermoperiodisma merupakan jawaban dari
tumbuhan terhadap fluktuasi suhu yang bersifat ritmik. Hal ini dapat terjadi
baik secara musim atau harian. Tumbuhan yang biasanya hidup pada tempat-tempat
dengna suhu yang berfluktuasi berkecenderungan akan mengalami gangguan apabila
ditumbuhkan pada tempat dengan suhu yang konstan. Kebanyakan tumbuhan akan
tumbuh baik bila suhu lingkungan berubah-ubah. Misalnya, tomat mempunyai laju
pertumbuhan optimum bila berada pada tempat dengan suhu siang 250 C dan suhu
malam sekitar 100 C. Fluktuasi suhu ini menghasilkan keseimbangan optimum
antara respirasi dan fotosintesis. Beberapa jenis tumbuhan memerlukan suhu
malam hari di bawah suhu minimum tertentu untuk terjadinya perbungaan. Dan pada
beberapa tumbuhan fluktuasi teratur diperlukan untuk perkecambahan.
Thermoperiodisma membatasi penyebaran tumbuhan baik berdasarkan garis lintang
maupun ketinggian tempat.
F. Suhu dan Dormansi Tumbuhan
Dormansi tidak saja terjadi pada
tumbuhan yang hidup pada lingkungan yang dingin, tetapi pada tumbuhan yang hidup
di daerah beriklim hangat. Tumbuhan di tropika sering mempunyai fasa dorman
yang tidak ada kaitannya dengan suhu. Diperkirakan bahwa fenomena ini telah
memungkinkan nenek moyang pohon-pohon temperata berasal dari bermigrasinya dari
tropika ke temperata. Sebagai gejala umum dormansi diinduksikan dalam tumbuhan
di temperata sebagai jawaban terhadap fotoperioda. Tetapi fasa dorman dari
tumbuhan akan dipecahkan oleh suhu yang dingin, gejala ini disebut vernalisasi.
Bila tidak cukup suhu dingin untuk memecahkan masa dorman maka tumbuhan tidak
mampu untuk hidup lagi. Kebanyakan pohon dan perdu di daerah Inggris, misalnya,
memerlukan antara 200 sampai 300 jam di bawah suhu 90 C untuk memecahkan masa
dorman itu. Vernalisasi dimanfaatkan dalam hortikultura untuk mempercepat
siklus hidup untuk tujuan penyilangan. Tanaman bianual seperti beet dan seledri
menghasilkan daun dan umbi dalam musim tumbuh pertama dan berbunga pada musim
tumbuh kedua. Dengan memanfaatkan suhu dingin buatan siklus hidup akan terjadi
secara lengkap hanya dalam satu tahun.
G. Masa/ Musim Pertumbuhan
Masa/ musim pertumbuhan adalah suatu
perioda waktu ketika semua kondisi lingkungan yang diperlukan untuk tumbuh
berada dalam keadaan memuaskan/ cocok. Suhu merupakan salah satu faktor yang
align kritis dalam menentukan panjangnya musim masa pertumbuhan, terutama untuk
tumbuhan yang hidup di tropika faktor kesediaan air, dalam hal ini jumlah dan
lamanya hujan, merupakan faktor penentu untuk masa/ musim pertumbuhan ini.
Ratarata suhu harian dan atau rata-rata suhu bulanan sering dipakai untuk
menentukan musim pertumbuhan ini di suatu tempat. Berbagai metoda dikembangkan
untuk menentukan masa/ musim pertumbuhan di daerah garis lintang tinggi, salah
satunya adalah didasarkan pada suhu minimum pertumbuhan.
H. Suhu Minimum untuk Pertumbuhan
Musim pertumbuhan didefenisikan sebagai
perioda ketika suhu berada di atas batas ambang tertentu yang diperlukan untik
tumbuh. Batas ambang ini berlainan, dari 00 C sampai 100 C, tetapi umumnya
dipakai 60 C sebagai batas suhu minimum yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman pertanian. Di Amerika Serikat musim pertumbuhan ini sering dibatasi
oleh “hari bebas kebekuan”, yaitu jumlah hari berurutan selama suhu secara
terus menerus di atas 00 C. Satu hal yang perlu dipahami, metoda manapun
dipergunakan untuk menentukan masa pertumbuhan, sampai sekarang belum
betul-betul memuaskan. Dalam hal ini tidak diperhitungkan kenyataan aau adanya
kenyataan bahwa suhu udara akan dimodifikasi oleh keadaan lingkungan lainnya,
seperti tanah, topografi dan vegetasi.
D.
Strategi
Adaptasi Terhadap Ekstrim
Kekeringan
merupakan situasi yang sering dialami oleh tumbuhan, meskipun dipahami bahwa
hujan bukanlah satusatunya faktor yang dapat menimbulkan. Suhu yang tinggi bisa
juga memberikan pengaruh kekurangan air ini. Bila musim kering itu bersifat
periodik dan merupakan karakteristika daerah, maka tumbuhan yang berada di
daerah ini akan memperlihatkan penyesuaian dirinya, berbagai cara penyesuaian
ini tergantung pada tumbuhan itu. Umumnya memperlihatkan reduksi dari daun dan
dahan, memperpendek siklus hidup atau biji matang pada atau dekat permukaan,
rambut akar bertambah banyak, sel kutikula menebal, dinding sel mengandung
lebih banyk ikatan kipid, jaringan polisade berkembang lebih baik tetapi
sebaliknya dengan bunga karang, sel dan ruang antar sel mengecil tetapi
jaringan lignin membesasr. Kecepatan fotosintesis, tekanan osmosa dan
permeabilitas protoplasma meninggi dan diikuti dengan penurunan viskositas
protoplasma, akibatnya perbandingan tepung dan gula menjadi besar, sehingga
secara total tumbuhan menjadi tahan terhadap kelayuan. Berbagai usaha untuk
mengatasi kekurangan air atau mengurangi kebutuhan air bagi tumbuhan :
a. Memperbaiki keadaan lingkungan
1.
menambah jumlah, air dengan irigasi atau
mengadakan penahanan terhadap bungaan ari.
2.
mengurangi kecepatan evapotranspirasi, dengan
cara:
·
pengadaan mulsa, menghambat penguapan
dari tanah dengan menutupnya oleh dedaunan, ranting, dan lain-lain.
·
menahan kecepatan angin dengan pohon
pelindung
·
melakukan penjarangan
·
menyiangi daun dan bagian tumbuhan
lainnya
·
membuang tumbuhan gulma
·
memberi cairan lilin pada daun
b. Menaikkan daya tahan tumbuhan terhadap kekeringan
1.
Memilih jenis tumbuhan yang tahan
kekeringan
2.
Penyilangan dengan tumbuhan tahan kering
3.
Pemberi stimulasi tahan kekeringan
·
menjaga kadar N sekecil mungkin tapi
memadai
·
mengatur pengairan dengan jarak yang
semakin lama, dengan maksud sistem perakaran menembus dengan jauh ke dalam
tanah dan supaya terjadi perubahan protoplasma yang dapat menaikkan daya tahan terhadap
kekeringan.
c. Pengelompokan Tumbuhan berdasarkan Kadar Air Tanah
Berdasarkan
toleransinya terhadap air, terdapat empat kelompok besar, yaitu:
·
Hidrofita kelompok tumbuhan yang hidup
dalam air atau pada tanah yang tergenang secara permanen.
·
Halofita kelompok tumbuhan yang
terkhususkan tumbuh pada lingkungan berkadar garam tinggi (kekeringan
fisiologi).
·
Xerofita kelompok tumbuhan yang
teradaptasi untuk hidup di daerah kering.
·
Mesofita kelompok tumbuhan yang
bertoleransi pada kondisi tanah yang moderat (tidak dalam keadaan ekstrim).
Hidrofita merupakan kelompok tumbuhan
yang hidup sebagian atau seluruhnya di dalam air atau habitat yang basah. Jadi
dalam hal ini keadaan air berada dalam kondisi berlebihan, dan tumbuhan yang
hidup mempunyai karakteristika yang khusus, seperti terdapatnya jaringan
lakuner terutama pada daun dan akar yang berperan dalam memenuhi kebutuhan akan
udara sebagai adaptasi terhadap kekurangan oksigen. Berdasarkan
karakteristiknya dikenal 5 subkelompok hidrofita, yaitu:
1. Hidrofita Tengelam dan Tertanam pada Substrat Mempunyai
epidermis yang tidak berkutikula, daun dan cabang akar tereduksi dalam ukuran
dan ketebalan. Berkembang biak biasanya secara vegetatif. Contoh: Vallisneria
dan Elodea.
2. Hidrofita Terapung Mampu berkembang
biak secara cepat sehingga dalam waktu yang singkat dapat menutupi seluruh
permukaan perairan. Bila terjadi reproduksi seksual maka penyerbukan terjadi
pada atau di atas permukaan. Contoh: Lemna, Eichornia, dan Salvia.
3. Hidrofita Terapung dengan akar tertanam dalam
substrat Mempunyai batang, akar dan tuber yang panjang. Daun
sering tertutup oleh lapisan lilin. Contoh: Nymphaea dan Victoria
4. Hidrofita Menjulang, akar tertanam dalam substrat Akar
cepat tumbuh dalam lumpur, daun memperlihatkan variasi yang berbeda, baik
bentuk maupun struktur, antara yang mencuat ke udara dengan yang terendam dalam
air. Contoh: Acorus dan Typha
5. Hidrofita Melayang Merupakan
fitoplankton, mampu menyerap nutrisi langsung dari air. Contoh: Oscillatoria
dan Spirogyra
Halofita Tumbuhan yang hidup dalam kadar
garam yang tinggi, mempunyai mekanisme untuk menerima garam yang masuk dalam
tubuhnya. Halofita harus mampu mengatasi masalah kekeringan fisiologi.
Tingginya konsentrasi garam dalam tanah mungkin menghambat peneyrapan air
secara osmosis. Pada rawa pantai halofita berada dalam kekeringan saat surut,
dan pengaruh kekurngan air dapat diimbangi dengan penyimpanaan aiar dalam
tubuhnya sehingga bentuk halofita ini sering memperlihatkan sifat sukulen.
Contoh : Acanthus ilicifolius, dan berbagai tumbuhan di rawa bakau.
Xerofita Merupakan tumbuan yang
teradaptasi untuk daerah kering, sangat sedikit jumlahnya dan lebih
terkhususkan jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Xerofita ini dapat
dikelompokkan dalam dua sub kelompok besar, yaitu kelompok yang menghindar
terhadap kekeringan (xerofita tidak muirni), dan kelompok yang memikul atau
menahan situasi kering (xerofita asli).
Epemeral Merupakan
umumnya tumbuhan di padang pasir, dengan siklus hidup dan tumbuhan mulai dari
biji sampai fase reproduksi dalam beberapa minggu selama jumlah air memadai/
mencukupi. Biasanya biji dilapisi zat pelindung dan tahan terhadap kekeringan
yang akan terlarut pada musim hujan sebelum berkecambah.
Sukulenta Merupakan
tumbuhan perenial, menghindar dari kekeringan dengan menyimpan sejumlah air
dalam jaringannya dan mereduksi
kehilangan air. Air dapat disimpan mungkin di daun seperti pada Agave, di
tangkai/ dahan pada Cactaceae dan Euphorbiaceae, atau di batang pada
Bombacaceae. Pada semua sukulenta bentuk morfologinya ini mempunyai kemampuan untk mengurangi kehilangan
air dari tumbuhan akibat transpirasi stomata dan ruang antar sel sangat sedikit,
daun tereduksi dalam ukuran lapisan kutikula yang tebal.
Freatofita Sering
dikenal dengan tumbuhan penyedot air, karena laju transpirasinya yang tinggi
dan mampu menghindar dari kekeringan
karena kemampuannya mencari dan mendapatkan air. Strateginya tidak untuk
menjaga air tetapi akar yang sangat panjang yang mampu mencapai lapisan freatik
yang dalam dari air tanah, menyerapnya dengan tekanan osmotik yang tinggi dari
akarnya.[7]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penulis dapat
menyimpulkan bahwa faktor-faktor
abiotik lainnya termasuk diantaranya adalah luasnya daerah untuk hidup dan
banyaknya nutrien-nutrien tertentu yang tersedia bagi organisme. Semua
organisme membutuhkan luas wilayah tertentu untuk dapat hidup dan bergerak di
dalam hubungan komunitas. Strategi adaptasi terhadap ekstrem seperti kekeringan
merupakan situasi yang sering dialami oleh tumbuhan, meskipun dipahami bahwa
hujan bukanlah satu-satunya faktor yang dapat menimbulkan. Suhu yang tinggi
bisa juga memberikan pengaruh kekurangan air ini. maka tumbuhan yang berada di
daerah ini akan memperlihatkan penyesuaian dirinya, berbagai cara penyesuaian
ini tergantung pada tumbuhan itu. Umumnya memperlihatkan reduksi dari daun dan
dahan, memperpendek siklus hidup atau biji matang pada atau dekat permukaan,
rambut akar bertambah banyak, sel kutikula menebal, dinding sel mengandung
lebih banyak ikatan kipid, jaringan polisade berkembang lebih baik tetapi
sebaliknya dengan bunga karang, sel dan ruang antar sel mengecil tetapi
jaringan lignin membesar.
B. Saran
Dalam
penulisan makalah ini kami menyadari banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penyampaian maupun penulisan kalimat. Oleh karena itu, kami sebagai penulis
makalah ini meminta kritik dan saran sehingga kedepannya kami dapat menulis
makalah ini dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim
Wijayanto, N. & Nurunnajah, N. (2012). Intensitas Cahaya, Suhu, Kelembaban dan Perakaran Lateral Mahoni (Swietenia Macrophylla King). Di RPH Babakan Madang, BKPH Bogor, KPH Bogor. Vol.3 No.1 diakses pada tanggal 30 Maret 2018 Pukul 15.00
Wijayanto, N. & Nurunnajah, N. (2012). Intensitas Cahaya, Suhu, Kelembaban dan Perakaran Lateral Mahoni (Swietenia Macrophylla King). Di RPH Babakan Madang, BKPH Bogor, KPH Bogor. Vol.3 No.1 diakses pada tanggal 30 Maret 2018 Pukul 15.00
Binary Manurung. 2011. Ekologi Tumbuhan. Medan: Unimed Press
Binary Manurung, 2012. Ekologi Hewan. Medan: Unimed Press
Aisha, Ningsih dan Istikomah, Ita Rosita.
(2014). “Komposisi Anggrek Tanah dan
Vegetasi Lantai Hutan di Jalur Pendakian Utama Gunung Andong, Magelang, Jawa
Tengah.” Jurnal Kaunia. Vol, X No. 1 diakses pada tanggal 30 Maret 2018
Pukul 15.30
Fenny Amelia, Jose, Klerenita, Michel,
Indah (2017). “Pengaruh Suhu dan
Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram di Tangerang” Jurnal
Ilmiah Biologi. Vol 5 No. 1 diakses pada tanggal 29 Maret 2018 pada pukul 20.08
Anonymous.2010.file:///D/ELearning/Ekologi%20%20Tumbuhan/TextBook/KATA%20Pengantar.htm5/8/2010 diakses pada tanggal 15 maret 2018 pada pukul 20.33
Wib
[1]
Al-Qur’anul Karim
[2] Wijayanto, N. & Nurunnajah, N. Intensitas
Cahaya, Suhu, Kelembaban dan Perakaran, 2012 Babakan Madang:Bogor hal. 2
[3]
Binary Manurung, Ekologi Hewan. 2012 Medan: Unimed Press hal. 21-23
[4]
Binary Manurung. Ekologi Tumbuhan. 2011 Medan: Unimed Press hal.19-24
[5]Aisha, Ningsih dan Istikomah, Ita Rosita. (2014). “Komposisi Anggrek Tanah dan Vegetasi Lantai
Hutan di Jalur Pendakian Utama Gunung Andong, Magelang, Jawa Tengah.”
Jurnal Kaunia. Hal. 4
[6] Fenny Amelia, Jose, Klerenita, Michel, Indah (2017).
“Pengaruh Suhu dan Intensitas Cahaya
Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram di Tangerang” Jurnal Ilmiah Biologi. Hal.2
[7]
E-Learning, Inherent USU, Ekologi
Tumbuhan, 2010. Hal. 72-77
Komentar
Posting Komentar